Bogor, 6 Desember 2008.
“Kriiing..” bunyi jam
waker menggema keseluruh penjuru kamar yang berwarna biru muda. Disusul dengan
bunyi lagu “Life Like you’re drying”nya
Lenka.
“Hallo, Gung ! ”,
suara perempuan itu masih terdengar parau.
“Happy Birthday, Gid
! semua yang baik-baik aku do’akan menghampirimu”.
“Oh iya,iya. Makasih
Gung, ini aku baru bangun”, jelas perempuan itu.
“Iya aku tau kok,
hujan-hujan gini mana mungkin kamu bangun pagi ! Udah dulu ya, sampai jumpa di
sekolah”.
Laki-laki itu pun
mematikan ponselnya. Dia adalah siswa kelas XI IPA 1, SMA Negeri 33 Bogor. Nama
lengkapnya Agung Kiandra Leizio. Sedangkan perempuan yang baru saja
diteleponnya adalah Argid Tiffany Reynata, pacarnya yang kebetulan satu kelas dengannya. Memang
sudah 6 bulan pacaran, tapi tak pernah ada pertengkaran serius. Kok bisa ya?
* * * *
* *
Meskipun derasnya
hujan Desember mengguyur kota Bogor, tapi tak menjadi alasan untuk siswa-siswi
SMAN 33 untuk tetap berbaring di tempat tidur. Dari kejauhan, tampak seorang
cowok dengan tinggi 175 cm memasuki gerbang sekolah dengan Honda Jazz hitam
miliknya. Cowok dengan mata coklat, alis dan bulumata tebal, serta hidung
mancung itu berjalan agak cepat menuju kelas XI IPA 1. Ya, siapa lagi kalau
bukan Agung Kiandra Leizio. Anak dari seorang pengusaha batu bara asal
Kalimantan, sekaligus merupakan salah satu siswa paling berpengaruh di sekolah.
Seorang atlet basket dan ketua Organisasi Siswa Pencinta Alam di sekolahnya.
Bagaimana dengan prestasi akademiknya ? Aduh, jangan ditanya ! Juara 2
Olimpiade Fisika tingkat Provinsi sudah pernah ia kantongi.
“Hey, Bro ! dicariin
Argid tuh dikelas”, kata Dion salah satu sahabatnya yang sedang asyik main
gitar di depan kelas.
Kadang Agung heran
juga dengan sahabatnya yang satu itu. Masa’ pagi-pagi udah main gitar ? Padahal
umat dikelas masih bisa dihitung jari. Agung pun mengangguk dan menepuk pundak
Dion seraya menyampaikan isyarat “oke, makasih”.
“Aguuuuung ! Sini
cepetan dikit, ini demi keselamatan negara kita. Indonesia ! ”, teriak Argid
ketika Agung memasuki kelas.
“Kenapa sih?”, tanya
Agung penasaran.
“Pinjam PR Fisika dong, aku lupa ngerjain. Ayo tanya kenapa
sampai lupa?”, kata Argid.
“Kenapa?”
“Karena tadi malam
hujan, jadi aku tidurnya agak awal ! ”, jelas Argid yang kemudian tertawa
terbahak-bahak.
“Nih ambil, aku nggak
kaget. Itu udah biasa ! ”, kata Agung seraya mengeluarkan bukunya dari dalam
tas dan diikuti tampang cemberut.
“Ya Tuhan, terima
kasih kau telah memberikan aku pacar yang tidak mudah kaget”, gurau Argid.
Argid pun mulai
menyalin PR Fisika itu dengan serius. Agung duduk disebelahnya. Sesekali ia
bertanya pada Agung tentang angka-angka yang ia tidak mengerti dari mana
asalnya, kemudian kembali mengerjakan.
“Serius amat
nyonteknya? ”, goda Agung.
“Iya lah, liat aja
jam kamu, 10 menit lagi Pak Ardy OTW kelas”, kata Argid.
Suasana kembali
hening untuk beberapa saat. Kemudian,
“Argid Tiffany
Reynata, sekali lagi selamat ulang tahun ya. Semoga panjang umur, sehat selalu,
makin dewasa, dan semoga langgeng sama pacarnya. Maaf nggak ngucapin jam 00.00.
Tanya dong kenapa? ”, kata Agung lembut sehingga membuat Argid berhenti sejenak
menulis PRnya.
“Kenapa?”
“Ketiduran dong yaaa
!”, kata Agung sambil mengacak-acak rambut Argid.
Ya, begitulah mereka
setiap pagi, sebelum bel berbunyi. Mereka sudah hampir melaksanakan Ulangan
Semester Ganjil, tapi kebiasan contek-menyontek yang di lakukan Argid masih dan
akan tetap berjalan.
* * * *
* *
“Oke, hari ini kita
ulangan teori secara lisan. Ya, pastinya nggak ada yang lupakan?”, tanya pak
Ardy seraya memasang wajah tak berdosa.
Sebagian siswa
menjawab iya, sedangkan yang sebagian lagi hanya diam menatap satu sama lain
tidak percaya. Argid menoleh ke orang yang duduk paling belakang di pojok
kelas.
“Kamu kenapa nggak
bilang kalau hari ini ulangaaaan!”, kata Argid setengah berbisik.
“Kamu nggak nanya,
aku kira kamu ingat. Tenang aku akan menyelamatkanmu selama 10 menit, kamu
cepetan belajarnya ! ”, kata Agung setengah mati menahan tawa. Agung bisa
melihat wajah Argid yang geram tidak terima hanya dikasi waktu 10 menit untuk
belajar. Tapi bagaimanapun Argid tidak bisa protes. Gilaaaak !
“Pak ulangannya
sesuai absen aja, jadi biar saya yang maju duluan”, kata Agung seraya memberi
senyum termanisnya pada Argid.
“Oh, bagus itu. Kalau
begitu Argid, kamu siap-siap ya, habis ini giliran kamu”, kata Pak Ardy.
Agung pun berjalan ke
arah meja guru dan tak lupa meninggalkan sepotong kertas di meja Argid yang
isinya “ BELAJAR AJA YANG 2 LEMBAR PERTAMA ! KITA ABSEN AWAL, DON’T WORRY
HONEY. WKWKWK”. Argid tersenyum ke arah Agung yang sudah mulai duduk dikursi
dekat meja pak Ardy. “Semangat ya, sayang. Semoga berhasil”, katanya dalam
hati.
* * * * * *
Bunyi bel mengakhiri
kegiatan mereka di sekolah hari itu. Hari yang cukup baik bagi mereka karena
ulangan hari ini dapat nilai sempurna.
“Mau pulang bareng
atau nunggu Mama kamu yang jemput?”, tanya Agung.
“Nungguin Mama aja”,
jawab Argid.
“Oh, yaudah. Aku
temenin nunggu deh ! “, kata Agung.
Mereka pun menunggu
di halte sekolah. Selama itu Argid tak lepas dari pandangan sinis teman-teman
wanitanya. Baik adik kelas maupun yang satu tingkat dengannya. Bagaimana tidak
? Agung yang perfect itu lebih memilih pacaran dengan teman sekelasnya yang
TIDAK MENARIK SAMA SEKALI dibanding salah satu dari mereka. Argid adalah cewek
sederhana yang kerjaannya nyontek Agung melulu, malas mandi, nggak romantis
sama sekali, dan kalau Agung lomba basket selalu nggak pernah nonton. Cuman
satu kelebihan Argid, orangnya manis kalau lagi diajak ngobrol. Udah itu aja !
Bahkan Agung pun mengakuinya. Gilaaaak !
Argid jadi teringat
saat 6 bulan lalu, saat Agung memintanya menjadi pacar. Waktu itu mereka sedang
mengikuti kegiatan Pecinta Alam di Hutan Lindung Bogor. Argid yang pada saat
itu datang terlambat karena hujan deras akhirnya dihukum oleh Koordinator umum
untuk mencabuti rumput-rumput halus yang berada disekitar bibit pohon yang baru
tumbuh. Tanpa ba bi bu lagi, Argid pun mencabuti rumput-rumput itu meskipun
hujan masih turun dengan derasnya. Di tengah derasnya hujan, Sang Ketua dari
Organisasi itu pun datang menghampirinya dan membantu Argid mencabuti
rumput-rumput itu agar cepat selesai. Tiba-tiba cahaya silau muncul dari langit
dan menimbulkan dentuman keras ditelinga. Seketika itu juga Argid terkejut dan
spontan membenamkan wajahnya ke punggung Agung. Agung terperangah melihat Argid
yang kaget, dan Argid semakin kaget ketika Agung berkata “ Pacaran yuk ! “
sambil memegang pundak Argid. Tidak ada romantis-romantisnya sama sekali. Tapi
Argid menyetujui permintaan Agung. Agung pun memeluk Argid masih ditengah
derasnya hujan. Aaah saat itu hati Argid sesejuk hujan yang mengguyur kota
Bogor.
“Argiiiid ! “,
teriakan Agung membuyarkan lamunan Argid.
“ Kenapa sih ?! Kaget
bro kageeet ! “, Argid balas teriak.
“Itu (sambil mengarahkan
wajah Argid ke arah jalan), mama kamu, udah teriak-teriak manggilin kamu dari
tadi , bro !”, kata Agung kesal.
“Oh iya, nggak
kedengeran. Kan hujannya lebat. Duluan ya, Gung. See you later!”, Argid mencium
tangan Agung seolah-olah isyarat “berpamitan”. Duuuh, Argid ~
* * * * * *
Keesokan harinya,
siswa-siswi XI IPA 1 dikagetkan dengan kedatangan siswa baru, pindahan dari
Padang, Sumatera Barat. Siswa ini gantengnya pakai banget hingga sulit
dijelaskan kata-kata. Argid pun menoleh ke arah Agung dan berkata dengan
setengah berbisik, “Gung, ganteng banget ! Gilaaak !”. Agung menanggapinya
dengan tersenyum dan berkata, “Masih gantengan aku kok, sayang”.
Sejak adanya Aufa,
siswa baru itu, Agung menjadi tidak tenang. Ia tidak memungkiri kalau Aufa lebih
ganteng dan pintar darinya. Hanya dalam waktu satu minggu Aufa sudah populer
disekolah. Agung juga bisa merasakan bahwa Argid juga mengangumi Aufa.
Buktinya, ia tidak pernah lagi mencontek Agung jika ada PR, dia lebih senang
mencontek Aufa yang kini duduk dibelakangnya.
Hari demi hari dengan
cepatnya berlalu. Apa yang ditakutkan Agung pun benar-benar terjadi. Ini semua
berawal dari SMS Aufa dan Argid yang dibaca oleh Agung. Agung merasa setiap
kata-kata dalam pesan singkat tersebut terlalu over bagi sebatas teman. Mulai
dari Aufa yang selalu mengucapkan ucapan selamat malam untuk Argid dan
sebaliknya, serta kalau ada tugas kelompok pasti Argid memilih sekelompok
dengan Aufa dan begitu pula sebaliknya. Hubungan mereka kini merenggang, bahkan
kini Argid tidak segan-segan bercerita langsung pada Agung tentang perasaannya
pada Aufa. Argid mulai menyuruh-nyuruh Agung bersikap seperti Aufa, memberinya
perhatian seperti Aufa, seolah-olah selama ini Agung tidak perhatian pada Argid.
Agung kesal, Agung kecewa. Ia menjauhi Argid selama beberapa hari dengan
harapan Argid akan meminta maaf padanya dan semua kembali seperti semula. Namun
harapan Agung sia-sia, Argid malah semakin dekat dengan Aufa dan balik menjauhi
Agung. Hampir satu bulan mereka bersikap dingin satu sama lain. Tentu saja itu
membuat teman-teman sekelas mereka heran. Bahkan gosip bahwa Argid dan Bintang
sekolah PUTUS ! sudah beredar kemana-mana. Ini semua karena Aufa !
Bayangkan ? seberapa
mengagumkannya Aufa sehingga Argid dan Agung jadi seperti itu. Hari itu,
matahari bersinar begitu cerahnya. Tak ada tanda-tanda hujan sedikitpun. Aufa
dan Argid berencana untuk nonton di Bioskop salah satu Mall di bogor. Ketika
sedang asyik nonton, Aufa berkata, “Argid, mau nggak jadi pacar aku?”. Argid
kaget bukan main mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Aufa barusan. Ia tidak
langsung menjawab. “ Aku suka sama kamu sejak pertama kali aku pindah sekolah
ke SMAN 33”, jelas Aufa lagi. “Iya aku mau, tapi jangan bilang siapa-siapa
kalau kita jadian”, kata Argid. Aufa pun mengangguk dan menggenggam tangan
Argid. Mereka pacaran. Tanpa ada kata putus antara Argid dan Agung ! Poor,
Agung ~
Sudah hampir sebulan
Aufa dan Argid pacaran. Sudah selama itu pula Argid dan Agung tidak bertegur
sapa. Siang itu, ketika pulang sekolah, Aufa mengajak Argid untuk pulang
bareng, jadi Mama Argid sengaja tidak menjemput Argid. Tapi tanpa diduga, Kota
Bogor kembali diguyur hujan dengan lebatnya.
“Fa, kamu kok nggak
bawa mobil?”, dengus Argid.
“Tadinya niat bawa,
tapi ngeliat hari cerah-cerah aja jadi aku pikir mending bawa CBR aja”, jelas
Aufa.
“Jadi kita pulangnya
gimana?”, tanya Argid lagi.
“Ya tinggal pulang
aja”
“Nggak pakai jas
hujan atau apa, gitu?”
“Kamu kayak anak
kecil, Sumpah!”, bentak Aufa.
“Ya udah deh, ayo!”,
jawab Argid.
Argid menoleh ke arah
Honda Jazz hitam yang melaju di depannya. Ia mulai merindukan Agung, perhatian
Agung tepatnya. Sejak hari itu, sejak Aufa membentaknya, Argid jadi ingat
masa-masanya bersama Agung. Saat Agung selalu menemaninya menunggu jemputan,
saat Agung merayakan ulang tahunnya kemarin, saat Agung rela menemaninya
mencabuti rumput-rumput di Hutan Lindung Bogor dulu meskipun sedang hujan
deras. Aufa memang baik, perhatian, pintar dan lebih tampan dari Agung, tapi
Argid menyadari bahwa Aufa tidak lebih baik dari Agung, Aufa mudah emosi ! Tak
terasa air mata Argid menetes membasahi pipinya. Poor, Argid ~
* * * * * *
“Besok ada kegiatan
pendakian gunung, kamu ikut nggak?”, sebuah pesan singkat dari Agung membuat
Argid bingung. Ia tidak membalas pesan tersebut. Kemudian Agung menelepon namun
tak ia jawab juga. Akhirnya Agung mengiriminya pesan lagi, “YAUDAH KALAU NGGAK
MAU IKUT, AKU DAN TEMAN-TEMAN AKAN BERANGKAT BESOK! ”.
Keesokkan harinya,
Argid merasa bersalah tidak menanggapi Agung tadi malam. Bahkan ketika Aufa
mengajaknya bicara, ia malah melamun. Memperhatikan kursi belakang yang ada di
pojok kelas sedang kosong.
“Kamu kenapa sih, Gid
? dari tadi aku ngomong kamu cuman jawab, Oh, jadi?, masa’? terus Oh lagi !”,
kata Aufa geram sambil menggebrak meja.
Air mata Argid
menetes, “Kita putus, Fa !”, tanpa basa-basi lagi Argid meninggalkan Aufa.
Aufa terperangah,
namun bukannya mengejar Argid dia malah ganti mengobrol dengan teman-temannya.
Dan esoknya, dia sudah dekat dengan Sherin , anak X E. Tidak sedikitpun dia
merasa bersalah pada Argid dan mengajak Argid balikkan. Duuuh, Aufa !
* * * * * *
“Kelompok siswa
pencinta alam SMAN 33 Bogor yang mendaki gunung Bromo kemarin siang dikabarkan
mengalami kecelakaan saat pendakian. Enam orang dilarikan kerumah sakit Medistra
Sutomo karena luka serius, dan satu orang dikabarkan hilang”, demikianlah bunyi
berita yang ditayangkan ditelevisi pagi ini. Bisa bayangkan gimana tingkah
Argid? Seperti cacing kepanasan. Gilaaak ! Ia sudah seperti orang gila,
tatapannya kosong, air matanya tumpah sederas hujan di pagi itu. Ia pergi
kerumah sakit Medistra Sutomo dan mengecek daftar nama korban yang dirawat. Tak
ada nama Agung disana. Ia semakin panik mengetahui bahwa korban yang hilang itu
adalah Agung. Seorang Agung Kiandra Leizio yang sangat dirindukannya. Lebih
tepatnya lagi yang sangat dicintainya. Ia pulang kerumah dengan perasaan LUAR
BIASA KACAU !
* * * * * *
“Gung, kamu dimana?
Aku lagi ada ditempat pertama kali kamu nembak aku nih”, air mata Argid
mengalir deras bersama turunnya hujan.
Ia pergi ke Hutan Lindung Bogor, dengann harapan peristiwa beberapa
bulan yang lalu saat mereka mencabuti rumput-rumput bersama, saat hujan, akan
terulang lagi.
“Maaf nggak balas
SMSmu kemarin, teleponmu, aku menyesal, Gung. Maaf telah mengacuhkanmu selama
ini, maaf telah meninggalkanmu, maaf aku telah bersikap bodoh terhadapmu”,
Argid masih tetap berdiri di bawah rindangnya pohon Akasia di Hutan Lindung
itu. Ia tidak menghiraukan seberapa dinginnya ia sekarang. Hujan semakin
menjadi-jadi.
“Agung, maaf aku buat
kamu kecewa, maaf aku nggak pernah peduliin kamu lagi sekarang, padahal kamu
selalu peduli sama aku. Maaf telah menyuruhmu mencoba menjadi orang lain.
Agung, Aku mencintaimu layaknya aku mencintai hujan. Kau selalu bisa buat
hatiku teduh, dingin, hanya dengan menatapmu. Maaf , Gung ! Maaf ! Kamu dimana
Gung! Maafin akuuuuu!”, Argid menjadi histeris. Tiba-tiba ada sepasang tangan
kokoh mendekapnya dari belakang. Hangat ~
Argid menoleh
kebelakang, ia seperti tersambar petir disiang bolong. Wajahnya yang telah
pucat akibat sudah hampir satu jam berhujan, kini semakin pucat saja.
“Agung, kamu? Kok?
Dari mana sayaaaaang :’( ”, Argid langsung memeluk Agung dan menumpahkan segala
air mata dan kegelisahannya.
“Aku nggak
kemana-mana, aku nggak ikut kegiatan itu, aku sakit, makanya aku tiduran
dirumah aja ! aku kerumah kamu, kamu nggak ada. Jadi aku yakin banget kamu
disini”, jelas Agung.
“Jadi yang hilang?”
“Si Garry”
“Maafin aku, gung.
Aku udah buat hubungan kita kayak gini ! aku bodoh ! Aku benar-benar cinta sama
kamu. Balikan ya?”, kata Argid disela-sela tangisnya.
“Iya, aku maafin.
Kamu emang bodoh kok, aku udah tau. Kan dulu kamu nyontek aku terus”, gurau
Agung.
“Dan satu lagi, kita
nggak pernah putus, Gid. Aku menyayangimu layaknya aku menyayangi setiap
tetesan air hujan yang jatuh”, Jelas Agung lagi.
"Kamu selalu datang saat hujan, Gung"
“Pokoknya, untuk
besok dan seterusnya, kamu harus nyontekin aku PR lagi. Kebetulan besok ada PR
MTK”, kata Argid. Mereka pun tertawa bersamaan.
Ya, Agung memeluk
Argid erat-erat. Hari itu adalah awal yang mengembalikan semua keadaan seperti
semula, seperti sediakala.